Connect with us

Jejak Norman

Sambangi Manado, Nyesel Lho Tanpa Cicipi Klappertaart

Published

on

Jejak_Norman || Jangan lupa klappertaart. Nyesel lho balik dari Manado nggak bawa itu kue khas Kawanua.” Itu dilontarkan Daniel kepada rekannya saat tiba di Bandara Sam Ratulangi sebelum pria asal Serpong itu kembali ke Jakarta akhir pekan lalu.

Saya antar sobat saya ini setelah hampir sepekan mampir ke provinsi “Nyiur Melambai” untuk berlibur bersama keluarganya.

Ia beruntung karena ternyata di Bandara Sam Ratulangi ada toko yang khusus menjual klappertaart.

Dia membeli beberapa kue klappertaart. Untuk klappertaart asli Manado ukuran 20X20 atau 1.000 gram seharga Rp 155.000. Sedangkan klappertaart pandan Rp279.000. Untuk klappertaart panggang asli Manado Rp99.000.”Mahal sih tetapi jika coba rasanya puas banget ini kue,” Daniel menambahkan.

Jujur saja menyebut Kota Manado, Ibu Kota Provinsi Sulut sepertinya kurang afdol jika tidak menyinggung salah satu kulinernya yang yang paling enak yakni klappertaart.

Kue yang satu ini merupakan makanan peninggalan zaman pendudukan Belanda di Manado. Di daerah ini, memang pengaruh peninggalan Belanda cukup kental, termasuk makanannya. Klappertaart diambil dari bahasa Belanda yang berarti kue kelapa.

Baca Juga: Anda Suka Wisata Menantang, Ayo Jajal Air Terjun Desa Kali di Minahasa!

Banyak yang mengira bahwa Klappertaart adalah kue asli Indonesia, padahal kue ini berasal dari Belanda yang resepnya dibawa pedagang Belanda karena pada masa itu persebarannya hanya sebatas sampai Manado maka Klappertaart hanya dikenal oleh masyarakat sekitar situ.

Karena terus dikembangkan dari generasi ke generasi secara turun temurun maka akhirnya klappertaart menjadi kue khas Manado.

Cukup mudah menemukan kue ini di Kota Manado.

Di pusat olah-oleh Manado di kawasan Merciful Building di Jalan Sam Ratulangi, klappertaart dijual dengan aneka pilihan topping di antara deretan oleh-oleh khas Manado lainnya. Resep aslinya, topping klappertaart sebetulnya hanyalah kelapa.

Anita, penjaga toko kue klappertaart di kawasan Sario mengatakan, dalam perkembangannya resep kue klappertaart sudah dimodifikasi dengan berbagai pilihan topping. “Ada keju, coklat, kenari dan kismis. Tinggal pilih mau yang bagian atasnya apa,” tuturnya.

Ia menyebutkan, kue ini terbuat dari bahan dasar kelapa muda, tepung terigu, susu, mentega dan telur. Klappertaart bisa dimasak dengan cara dipanggang dan dikukus. Harganya yang ditawarkan pun bervariasi.

Untuk satu cetakan kecil berdiameter 5 sentimeter (cm), dijual dengan harga Rp 20.000 per buah. Untuk ukuran lebih besar, dijual denga harga Rp 60.000, dan yang paling besar, kira-kira 30 cm, dijual seharga harga Rp 150.000.

Perempuan kelahiran Amurang ini mengatakan, banyak pengunjung dan warga membeli klapperrtart terutama untuk disuguhkan kepada tamu-tamu mereka. “Ini memang dikenal sebagai oleh-oleh khas Manado. Jadi jangan tinggalkan Manado kalau belum mencoba klappertaart-nya,” Anita menambahkan.

Rasa klappertaart manis dan gurih. Paling enak jika disantap dalam keadaan dingin. Bila tidak diimpan di lemari pendingin, Klappertaart tahan sampai dua hari. Namun jika dalam disimpan dalam kulkas, bisa awet hingga lima hari.

Christine, penjual kue klappertaart mengatakan, dibutuhkan daging kelapa muda terbaik untuk menghasilkan klappertaart agar nikmat dan gurih.

Menurutnya, kelapanya pun tidak sembarang ambil. Hanya kelapa yang terbaik yang akan dijadikan bahan dasar pembuatan klappertaart. “Kami hanya mengambil buah kelapa yang pohonnya tumbuh di tepi pantai,” ujarnya.

Selain bahan dasar di atas, klappertaart juga ditambahkan dengan kismis, serbuk kayu manis, kacang kenari, dan keju. “Bahan-bahan itu akan menjadi komplemen klappertart. Kadang kala saya menaruh juga potongan stroberi di atasnya,” dia mengungkapkan.

Christine memodifikasi adonan klappertaart dengan berbagai rasa. Selain yang original, tersedia juga rasa moka dan kapucino.”Yang istimewa itu klappertart rasa durian. Harganya sedikit mahal karena kami memakai durian yang terbaik,” tuturnya.

Adonan klappertaart dimasak dengan cara dipanggang pada suhu tinggi antara 100-150 derajat celsius hingga berwarna kemerahan dan menghasilkan bentuk yang padat. Tetapi, ada juga yang tidak dipanggang sehingga akan berbentuk custard yang jika dimasukkan ke mulut langsung meleleh.

Klappertaart termasuk kue yang mengandung kalori yang cukup tinggi. Ada pengusaha klappertaart yang mencari campuran adonan yang lebih rendah jumlah kandungan kalorinya.

Beberapa jenis klappertart menggunakan lemak rendah kalori, susu kalsium tinggi dan pemanis rendah kalori sebagai campuran adonannya menggantikan susu dan gula yang pada umumnya digunakan, sehingga menjadikan kue ini berkurang jumlah kalorinya. Klappertaart rendah kalori memang sengaja dibuat agar orang-orang yang sedang diet bisa menikmati kue lezat ini.

Sekarang ini klappertaart sudah dikembangkan menjadi berbagai macam rasa atau flavor, ada rasa Durian, Chocolate, Keju, Rum Raisin, Blueberry.

Klappertaart ini dapat bertahan hingga 12 jam asalkan Anda membungkusnya dalam wadah yang rapat dan disimpan dalam suhu dingin.

Tetapi jika Anda berencana untuk membawanya terbang dari Manado ke Jakarta atau kota lainnya, kue ini masih bisa bertahan, tetapi dengan syarat ketika sampai di rumah segera memasukkannya ke lemari es.

Akhirnya memang tidak salah jika singgah di Manado eeet jangan lupa membeli kue klapppertaart atau Anda akan menyesal seumur hidup lho!.

Penulis: Norman Maoko

Jejak Norman

Kopi Cap Keluarga asal Kotamobagu Enak Tenan

Published

on

JEJAK_NORMAN|| BAGI penggila kopi dan tengah pasiar (sambangi) Manado, Sulawesi Utara jangan lupa menyeruput kopi Cap Keluarga asal Kotamobagu.

Lho. Emang enak?

Soal enak. Jangan tanya lagi deh. Dijamin bakal kesemsem dan bakal ketagihan deh.

Bagi yang ingin membawa pulang. Kopi Cap Keluarga ini terjadi juga tersedia dalam bentuk saset yang nggak bikin kantong kempes.

Namanya saja kopi Cap Keluarga ya paling pas dicoba untuk keluarga pengemar kopi.

Asal tahu saja. Kopi Cap Keluarga rasanya enak tenan, sedap karena terbuat dari kualitet kopi the best. Tak usah diragukan lagi.

Aroma robusta dan torabica khas Kotamobagu kental sekali di kopi yang satu ini.

Kopi ini berasal dari petani kopi di bilangan Bolaang Mongondo Raya. Tepatnya di Desa Kepandaian Kecamatan Kotamobagu Selatan.

Kopi Cap Keluarga dirintis oleh Frans J. Langi tahun 1985 lalu.

Jika Anda sedang berada di Manado. Paling afdol datang ke toko yang khusus menjajakan kopi Cap Keluarga ini terletak di Jalan Adampe Dolot, Komplek Pertokoan Kotamobagu.

Usaha kopi Cap Keluarga kini diteruskan oleh Tonny Langi.

Kalau di Bogor, Jawa Barat ada kopi Liong yang dirintis oleh Linardi pada tahun 1945 lalu maka di Manado ada kopi Cap Keluarga yang tak kalah nikmatnya.

Kebetulan di kaki Gunung Klabat sedang hujan deras. Maka menyeruput kopi Cap Keluarga sesuatu banget. Suwer nikmat ditemani butiran-butiran air hujan yang jatuh dari langit. Enak gila! (*)

Continue Reading

Jejak Norman

Dari Lamongan, Kramat Jati dan Akhirnya Tertambat di Manado Demi Sebuah Kehidupan

Published

on

JEJAKNORMAN|| Pria yang saya temui di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Manado berpenampilan apa adanya.

Senyum hanya sesekali. Tapi siapa nyana lelaki yang sederhana ini tak lekang untuk berjuang hidup.

“Saya asli Lamongan tetapi sudah merantau ke Kramat Jati hingga kini berlabuh di Manado sebagai pedagang soto ayam ceker dan ketoprak,” tutur Mas Ateng yang saya jumpai, Minggu (29/9/2024).

Ateng mengaku sudah melalang buana menjual sate ayam, lalu mi ayam dan kini berdagang soto ayam ceker dan ketoprak.

Dia menyebutkan, dirinya pernah berdagang sate ayam di Kramat Jati, Jakarta Timur. Lalu mi ayam sampai akhirnya sejak tahun 1992 terdampar di Manado dan sekitarnya demi menapaki kehidupan.

Mas Ateng, Pedagang Soto Ayam Ceker dan Ketoprak

“Saya ketemu jodoh di Manado. Istri saya orang Lamongan. Kami akhirnya menikah muda dan kini sudah mempunyai dua anak yang sudah besar. Waktu itu saya berusia 21 tahun, ” ujarnya.

Anak pertama Ateng sudah berusia 24 tahun, perempuan dan telah menikah. Sementara yang kedua pria berusia 22 tahun dan kini bintara bertugas di bagian kesehatan Kodam XIII/Merdeka, Sulawesi Utara.

“Sejak kecil anak-anak saya didik untuk hidup lurus. Jangan aneh-aneh. Dan jangan lupa tinggalkan sholat. Alhamdulilah mereka sukses sekarang,” dia melanjutkan.

Kini Ateng tinggal meneruskan hidup karena anak sudah besar-besar dan bekerja.

“Saya tinggal menikmati hidup saja bersama istri. Tak perlu bebani anak-anak,” katanya.

Dengan berdagang soto ayam ceker dan ketoprak di pinggir Jalan Jenderal Sudirman, Manado, Ateng dan istrinya tetap ceria. Walau senyuman hanya sesekali saja.

Akhirnya saya pamit usai menyantap soto ayam ceker Mas Ateng. Tak lupa saya minta foto bersama. Dia mau difoto walau lagi-lagi susah membuang senyum.

Kami berpisah tetapi suatu saat saya bakal kembali mampir ke tempat soto ayam ceker dan ketoprak Mas Ateng yang terletak persis di seberang sebuah hotel.(*)

Continue Reading

Jejak Norman

Dari Sragen, Andri Satria Memburu Rezeki hingga Minahasa

Di Jawa, bekerja ya uangnya langsung habis untuk kebutuhan sehari-hari. Karena biaya hidup di sana mahal apalagi saya sudah berkeluarga dan punya anak perempuan berusia setahun setengah

Published

on

JejakNorman || -Usianya baru 21 tahun tetapi daya juang pria asal Sragen, Jawa Tengah ini patut diacungkan jempol.

Siapa dia?

Ya namanya Andri Satria. Lelaki berkulit hitam manis ini mengais rezeki hingga wilayah Matungkas, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Dia menjual pelbagai perabotan rumah tangga dengan sebuah mobil bak terbuka berkeliling wilayah MatungkasMatungkas dan sekitarnya.

Tak cuma Matungkas, Andri Satria juga menjelajah menjajakan barang dagangnya hingga Likupang hingga Kawangkoan.

Lantas apa yang menjadi alasan buat dirinya hingga memburu rupiah demi rupiah sampai menyeberangi pulau dan membelah lautan?

“Hidup di Pulau Jawa terutama di Kabupaten Sragen sudah susah,” kata Andri Satria malu-malu ketika disapa penulis saat mangkal dengan mobil dagangannya di pintu masuk sebuah perumahan di wilayah Matungkas.

Kalau di sini (maksudnya di Minahasa) uang lebih mudah dicari. Asal rajin katanya sambil membereskan barang dagangannya.

“Di Jawa, bekerja ya uangnya langsung habis untuk kebutuhan sehari-hari. Karena biaya hidup di sana mahal apalagi saya sudah berkeluarga dan punya anak perempuan berusia setahun setengah,” dia melanjutkan.

Andri Satria diajak temannya ke Minahasa dengan menjajakan perabotan rumah.

“Ada bos yang juga dari Sragen. Bos ada lima mobil bak terbuka. Barang dagangan disiapkan bos. Saya dan empat teman saya hanya menjual keliling saja,” tuturnya.

Dengan menjadi pedagang perabotan rumah tangga ini, ia mengaku bisa menabung dan kirim uang ke kampung untuk istri dan anak.

“Saya dapat Rp2 juta dari bos setiap bulan. Kalau libur lebaran saya diongkosi tiket pesawat pulang pergi ke kampung,” ia melanjutkan.

Namun belakangan, Andri Satria yang sudah hampir lima tahun di Minahasa mengaku mulai resah karena muncul pedagang sejenis yang menjual barang perabotan serba Rp20 ribu.

“Kehadiran pedagang barang perabotan serba Rp20 ribu belakang ini sedikit banyak mulai mengerus keuntungan. Apalagi mereka menjajakan barang dengan menggelar di sudut-sudut jalan di titik keramaian,” katanya.

Namun Andri Satria yakin yang namanya rezeki itu tidak pernah tertukar. Yang penting, dia menambahkan rajin sholat dan tetap jujur.”Insya Allah berkah dan dapat rezeki,” ia menambahkan.

Lepas dari itu, sosok pria yang satu ini bisa disebut pejuang keluarga yang luar biasa. Meninggalkan istri dan anak perempuan yang masih lucu-lucunya untuk sebuah masa depan kehidupan.

Saya pamit karena hujan rintik mulai turun. Andri Satria menganggukan kepala. Sebuah senyuman dilepas. Senyuman seorang lelaki tangguh dari Sragen, sebuah kabupaten berjarak 30 kilometer sebelah timur Kota Surakarta, Jawa Tengah.(*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2017 Zox News Theme. Theme by MVP Themes, powered by WordPress.