Connect with us

Jejak Norman

Kopi Cap Keluarga asal Kotamobagu Enak Tenan

Published

on

JEJAK_NORMAN|| BAGI penggila kopi dan tengah pasiar (sambangi) Manado, Sulawesi Utara jangan lupa menyeruput kopi Cap Keluarga asal Kotamobagu.

Lho. Emang enak?

Soal enak. Jangan tanya lagi deh. Dijamin bakal kesemsem dan bakal ketagihan deh.

Bagi yang ingin membawa pulang. Kopi Cap Keluarga ini terjadi juga tersedia dalam bentuk saset yang nggak bikin kantong kempes.

Namanya saja kopi Cap Keluarga ya paling pas dicoba untuk keluarga pengemar kopi.

Asal tahu saja. Kopi Cap Keluarga rasanya enak tenan, sedap karena terbuat dari kualitet kopi the best. Tak usah diragukan lagi.

Aroma robusta dan torabica khas Kotamobagu kental sekali di kopi yang satu ini.

Kopi ini berasal dari petani kopi di bilangan Bolaang Mongondo Raya. Tepatnya di Desa Kepandaian Kecamatan Kotamobagu Selatan.

Kopi Cap Keluarga dirintis oleh Frans J. Langi tahun 1985 lalu.

Jika Anda sedang berada di Manado. Paling afdol datang ke toko yang khusus menjajakan kopi Cap Keluarga ini terletak di Jalan Adampe Dolot, Komplek Pertokoan Kotamobagu.

Usaha kopi Cap Keluarga kini diteruskan oleh Tonny Langi.

Kalau di Bogor, Jawa Barat ada kopi Liong yang dirintis oleh Linardi pada tahun 1945 lalu maka di Manado ada kopi Cap Keluarga yang tak kalah nikmatnya.

Kebetulan di kaki Gunung Klabat sedang hujan deras. Maka menyeruput kopi Cap Keluarga sesuatu banget. Suwer nikmat ditemani butiran-butiran air hujan yang jatuh dari langit. Enak gila! (*)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jejak Norman

Dari Lamongan, Kramat Jati dan Akhirnya Tertambat di Manado Demi Sebuah Kehidupan

Published

on

JEJAKNORMAN|| Pria yang saya temui di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Manado berpenampilan apa adanya.

Senyum hanya sesekali. Tapi siapa nyana lelaki yang sederhana ini tak lekang untuk berjuang hidup.

“Saya asli Lamongan tetapi sudah merantau ke Kramat Jati hingga kini berlabuh di Manado sebagai pedagang soto ayam ceker dan ketoprak,” tutur Mas Ateng yang saya jumpai, Minggu (29/9/2024).

Ateng mengaku sudah melalang buana menjual sate ayam, lalu mi ayam dan kini berdagang soto ayam ceker dan ketoprak.

Dia menyebutkan, dirinya pernah berdagang sate ayam di Kramat Jati, Jakarta Timur. Lalu mi ayam sampai akhirnya sejak tahun 1992 terdampar di Manado dan sekitarnya demi menapaki kehidupan.

Mas Ateng, Pedagang Soto Ayam Ceker dan Ketoprak

“Saya ketemu jodoh di Manado. Istri saya orang Lamongan. Kami akhirnya menikah muda dan kini sudah mempunyai dua anak yang sudah besar. Waktu itu saya berusia 21 tahun, ” ujarnya.

Anak pertama Ateng sudah berusia 24 tahun, perempuan dan telah menikah. Sementara yang kedua pria berusia 22 tahun dan kini bintara bertugas di bagian kesehatan Kodam XIII/Merdeka, Sulawesi Utara.

“Sejak kecil anak-anak saya didik untuk hidup lurus. Jangan aneh-aneh. Dan jangan lupa tinggalkan sholat. Alhamdulilah mereka sukses sekarang,” dia melanjutkan.

Kini Ateng tinggal meneruskan hidup karena anak sudah besar-besar dan bekerja.

“Saya tinggal menikmati hidup saja bersama istri. Tak perlu bebani anak-anak,” katanya.

Dengan berdagang soto ayam ceker dan ketoprak di pinggir Jalan Jenderal Sudirman, Manado, Ateng dan istrinya tetap ceria. Walau senyuman hanya sesekali saja.

Akhirnya saya pamit usai menyantap soto ayam ceker Mas Ateng. Tak lupa saya minta foto bersama. Dia mau difoto walau lagi-lagi susah membuang senyum.

Kami berpisah tetapi suatu saat saya bakal kembali mampir ke tempat soto ayam ceker dan ketoprak Mas Ateng yang terletak persis di seberang sebuah hotel.(*)

Continue Reading

Jejak Norman

Dari Sragen, Andri Satria Memburu Rezeki hingga Minahasa

Di Jawa, bekerja ya uangnya langsung habis untuk kebutuhan sehari-hari. Karena biaya hidup di sana mahal apalagi saya sudah berkeluarga dan punya anak perempuan berusia setahun setengah

Published

on

JejakNorman || -Usianya baru 21 tahun tetapi daya juang pria asal Sragen, Jawa Tengah ini patut diacungkan jempol.

Siapa dia?

Ya namanya Andri Satria. Lelaki berkulit hitam manis ini mengais rezeki hingga wilayah Matungkas, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Dia menjual pelbagai perabotan rumah tangga dengan sebuah mobil bak terbuka berkeliling wilayah MatungkasMatungkas dan sekitarnya.

Tak cuma Matungkas, Andri Satria juga menjelajah menjajakan barang dagangnya hingga Likupang hingga Kawangkoan.

Lantas apa yang menjadi alasan buat dirinya hingga memburu rupiah demi rupiah sampai menyeberangi pulau dan membelah lautan?

“Hidup di Pulau Jawa terutama di Kabupaten Sragen sudah susah,” kata Andri Satria malu-malu ketika disapa penulis saat mangkal dengan mobil dagangannya di pintu masuk sebuah perumahan di wilayah Matungkas.

Kalau di sini (maksudnya di Minahasa) uang lebih mudah dicari. Asal rajin katanya sambil membereskan barang dagangannya.

“Di Jawa, bekerja ya uangnya langsung habis untuk kebutuhan sehari-hari. Karena biaya hidup di sana mahal apalagi saya sudah berkeluarga dan punya anak perempuan berusia setahun setengah,” dia melanjutkan.

Andri Satria diajak temannya ke Minahasa dengan menjajakan perabotan rumah.

“Ada bos yang juga dari Sragen. Bos ada lima mobil bak terbuka. Barang dagangan disiapkan bos. Saya dan empat teman saya hanya menjual keliling saja,” tuturnya.

Dengan menjadi pedagang perabotan rumah tangga ini, ia mengaku bisa menabung dan kirim uang ke kampung untuk istri dan anak.

“Saya dapat Rp2 juta dari bos setiap bulan. Kalau libur lebaran saya diongkosi tiket pesawat pulang pergi ke kampung,” ia melanjutkan.

Namun belakangan, Andri Satria yang sudah hampir lima tahun di Minahasa mengaku mulai resah karena muncul pedagang sejenis yang menjual barang perabotan serba Rp20 ribu.

“Kehadiran pedagang barang perabotan serba Rp20 ribu belakang ini sedikit banyak mulai mengerus keuntungan. Apalagi mereka menjajakan barang dengan menggelar di sudut-sudut jalan di titik keramaian,” katanya.

Namun Andri Satria yakin yang namanya rezeki itu tidak pernah tertukar. Yang penting, dia menambahkan rajin sholat dan tetap jujur.”Insya Allah berkah dan dapat rezeki,” ia menambahkan.

Lepas dari itu, sosok pria yang satu ini bisa disebut pejuang keluarga yang luar biasa. Meninggalkan istri dan anak perempuan yang masih lucu-lucunya untuk sebuah masa depan kehidupan.

Saya pamit karena hujan rintik mulai turun. Andri Satria menganggukan kepala. Sebuah senyuman dilepas. Senyuman seorang lelaki tangguh dari Sragen, sebuah kabupaten berjarak 30 kilometer sebelah timur Kota Surakarta, Jawa Tengah.(*)

Continue Reading

Jejak Norman

Bakso Legend, Makan Sepuasnya Cuma Rp25 Ribu, Nggak Habis Kena Denda

Published

on

JEJAKNORMAN|| Hujan deras siang ini memaksa saya berteduh. Tiba-tiba mata saya tertuju ke sebuah warung bakso dengan spanduk mencuri rasa ingin tahu saya. (24/9) 2024

Namanya Bakso Legend.

Isi spanduk warna orange bertuliskan begini: “Makan Sepuasnya Mar Jangan Se Sisa Bakso Ne Deng Jangan Makan 1 Piring For 2 Orang Karna Mo Kena Denda.”

Rasa penasaran itu membuat saya masuk dan mencoba warung bakso yang satu ini.

Warung bakso Legend terletak di Jalan Raya Manado – Bitung. Persisnya di daerah Kolongan Tetempangan, Kecamatan Kalawat samping sebuah mini market.

Untuk mencoba bakso yang satu ini saya harus antre untuk memperoleh kupon. Kupon untuk bakso dan kupon untuk minum.

Uniknya Bakso Legend ini ternyata bisa membayar dengan transfer ke nomor rekening bank yang berada di meja kasir. Pakai uang cash juga bisa. Terserah pengunjung mau membayar pakai cara apa.

Saya memilih membayar pakai uang tunai. Ya, Rp25 ribu ditambah Rp5.000 untuk air minum. Bisa pilih. Mau nutrisari pakai es, teh atau melon. Ada juga air mineral.

Kebanyak yang menyantap Bakso Legend adalah karyawan yang berkantor di sekitar Jalan Raya Manado – Bitung. Saya pun antre dengan mangkok serta sendok garpu dan tak lupa kupon untuk mengambil minum.

Bakso Legend menyediakan bakso ayam, bakso ikan dan bakso sapi. Pengelola juga menyediakan tahu goreng, tahu rebus, pangsit, mi kuning atau mi putih dengan sayuran seperti sayur kol, sawi hijau dan daun seledri.

Kuahnya disediakan kuah kaldu.

Saya mulai mencicipi. Suwer! Ternyata sama persis dengan bakso asli Wonogiri lhooo. Baksonya enak tenan. Kuah gurih. Ditambah dengan pangsit goreng. Benar-benar maknyuss.

Titin Manoppo, pengelola Bakso Legend menyebutkan, ada delapan orang yang membantu warung bakso ini.

“Kami membuat aturan. Jika ada pelanggan yang makan dan tak habis maka yang bersangkutan didenda membayar Rp25 ribu. Jadi ya harus makan sepuasnya tanpa sisa sama sekali,” tuturnya.

Perempuan asli Tahuna, Sangir Talaud dengan suami Manado ini menambahkan, setiap hari sedikitnya ludes 100 mangkok bakso.

Ditanya soal untung, Titin cuma membuang senyum. Katanya, pasti untung dong hehehehe.

Agi Sadipun, orang yang berada di balik berdirinya Bakso Legend menambahkan, pihaknya memang meniru bakso Wonogiri.

“Soal bumbu hingga baksonya memang meniru bakso Wonogiri,” ujarnya.

Agi yang berasal dari Maumere, Nusa Tenggara Timur ini mengatakan, Bakso Legend buka mulai pukul 12.00 WIT hingga pukul 22.00 WIT.

Ternyata harga Rp25 ribu hanya untuk pelanggan dewasa. Sementara untuk anak-anak di bawah usia 6 tahun hanya membayar Rp20 ribu.

Hujan masih terus menangis. Saya masih di warung Bakso Legend menyantap sajian kuliner yang satu ini. Tanpa malu-malu ludes. Mangkok bakso tandas. Mau tambah, perut saya sudah kasih sinyal untuk berhenti alias so kenyang.

Nah uniknya warung bakso ini ternyata satu dengan barbershop alias tukang cukur dan praktik dokter umum. Jadi jika antre mau potong rambut atau tunggu diperiksa dokter ya isi waktu dengan menyantap Bakso Legend ini.

Jadi bagi mereka yang kebetulan melewati Jalan Raya Manado menuju Bitung, bisa mampir lho menjajal Bakso Legend. Makan sepuasnya dengan hanya mengeluarkan kocek Rp25 ribu. Tapi pleaseee jangan sampai kena denda ya!

Ayo mampir. Kapan lagi nih! (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2017 Zox News Theme. Theme by MVP Themes, powered by WordPress.