Connect with us

Jejak Norman

Anda Suka Wisata Menantang, Ayo Jajal Air Terjun Desa Kali di Minahasa!

Published

on

Jejak_Norman|| – Provinsi “Nyiur Melambai”, Sulawesi Utara (Sulut) ternyata tidak cuma soal Taman Laut Bunaken. Di Desa Kali, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa terselip air terjun yang bisa menjadi tujuan wisata pilihan bagi turis baik manca negara maupun lokal yang mengunjungi Tanah “Toar Lumimuut” itu.

Air Terjun yang satu ini terletak agak tersembunyi, berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Manado, Sulut.

Untuk mencapai lokasi wisata ini pengunjung bisa menyewa mobil atau dapat juga ngeteng dengan angkutan kota (angkot). Jalanan ke sana pun lancar karena dapat dilalui kendaraan roda empat maupun dua.

Untuk yang naik angkot juga mudah. Pengunjung dapat singgah ke Terminal Bus Karombasan. Dari sini pengunjung dapat naik angkot jurusan Karombasan – Kali. Orang Minahasa biasa menyebut mikro untuk angkot. Angkot akan langsung membawa pengunjung hingga ke lokasi gapura pintu masuk Air Terjun Desa Kali. Ongkos angkot hanya Rp6.000 per penumpang. Jurusan angkot ini pun lancar dan beroperasi sampai malam.

Air Terjun di Desa Kali memiliki keunikan tersendiri yakni memiliki jembatan penghubung yang dililit tanaman rambat hingga kayu berwarna kehijauan itu yang membuat atmosfer air terjun ini terlihat sangat elok.

Warga setempat menyebut air terjun ini sebagai Air Terjun Kali Tapahan Telu. Jalan untuk sampai ke gapura pintu masuk tidak terlalu sulit, masih bisa dilalui mobil. Pintu masuk menuju air terjun terletak di dataran tinggi sehingga pengunjung bisa melihat permukiman Desa Kali dari atas.

Sebelum masuk, bagi pengunjung yang membawa mobil bisa menitipkan kendaraan yang dibawanya di halaman warga setempat. Warga tidak mematok biaya parker. Ya seikhlasnya saja.

Jarak dari pintu gerbang hingga menuju air terjun sekitar 2,5 hingga 3 kilometer. Sekitar setengah jam jarak tempuh dari luar hingga tiba ke air terjun Desa Kali. Jalan menuju lokasi, pengunjung akan diadang anak tangga yang berkelok-kelok dan tinggi sehingga untuk naik dan turun memang perlu esktra hati-hati.

Belum lagi bebatuan yang menjadi tangga itu licin. Namun tantangan itu jangan membuat pengunjung langsung dawn.

Layangkan pandangan dan temukan pohon-pohon yang adem menaungi, suara burung yang berkicau, dan hawa yang sejuk. Anggap saja pengunjung sedang main tak umpet dengan alam di balik desiran air terjun ciptaan Ilahi tersebut.

Air terjun Desa Kali memang terletak di dalam hutan, dengan suasana sepi dan begitu asri. Air yang jatuh terbagi dua, ukuran kecil dan besar. Cipratan airnya pun bisa membuat pengunjung basah kuyup. Karena itu pengunjung agar membawa pakaian ganti. Sumber air terjun ini berasal dari Pegunungan Kinilow.

Di jembatan di sekitar air terjun dibangun pembatas. Namun jika pengunjung ingin turun ke air maka itu bisa dilakukan dan dipastikan aman kok. Hanya saja pengunjung harus berhati-hati karena licinnya lumut yang menempel di batu.

Selama perjalanan, pengunjung akan menemui dua tempat pemberhentian yang masing-masing bercabang.

Persimpangan tempat pemberhentian pertama akan menuju lokasi kolam pemandian dan juga tempat penginapan yang dikelola warga.

Nanti pada persimpangan tempat pemberhentian kedua, baru pengunjung belok kanan turun ke bawah. Sebelum masuk lokasi, bertanya dulu pada warga setempat peta ke lokasi. Itu penting agar pengunjung jangan sampai sudah lanjut turun dari tempat pemberhentian pertama, dan terpaksa harus kembali. Karena jaraknya lumayan membuat kaki gemetaran apalagi tangganya cukup curam.

Jika ingin berhenti sejenak, pengunjung dapat istirahat sebentar di tempat pemberhentian yang disediakan tersebut. Di lokasi juga dibangun sebuah pondok yang dirancang khusus untuk tempat istirahat. Sayangnya, pondok tersebut kondisinya memprihatinkan: terbengkalai dan sudah sangat rapuh kayu penyanggahnya.

Kaligis, warga setempat mengatakan, air terjun di Desa Kali banyak dikunjungi turis baik dari manca negara maupun lokal.

”Belakangan banyak turis dari Tiongkok yang datang ke lokasi Air Terjun di Desa Kali ini. Mereka datang rombongan pakai oto (bus),” ia menambahkan.

Bagi mereka berlibur dan suka tantangan silakan mencoba air terjun Desa Kali. Dijamin seru deh! Bikin jantung deg-degan lho! (Norman Meoko)

Jejak Norman

Kopi Cap Keluarga asal Kotamobagu Enak Tenan

Published

on

JEJAK_NORMAN|| BAGI penggila kopi dan tengah pasiar (sambangi) Manado, Sulawesi Utara jangan lupa menyeruput kopi Cap Keluarga asal Kotamobagu.

Lho. Emang enak?

Soal enak. Jangan tanya lagi deh. Dijamin bakal kesemsem dan bakal ketagihan deh.

Bagi yang ingin membawa pulang. Kopi Cap Keluarga ini terjadi juga tersedia dalam bentuk saset yang nggak bikin kantong kempes.

Namanya saja kopi Cap Keluarga ya paling pas dicoba untuk keluarga pengemar kopi.

Asal tahu saja. Kopi Cap Keluarga rasanya enak tenan, sedap karena terbuat dari kualitet kopi the best. Tak usah diragukan lagi.

Aroma robusta dan torabica khas Kotamobagu kental sekali di kopi yang satu ini.

Kopi ini berasal dari petani kopi di bilangan Bolaang Mongondo Raya. Tepatnya di Desa Kepandaian Kecamatan Kotamobagu Selatan.

Kopi Cap Keluarga dirintis oleh Frans J. Langi tahun 1985 lalu.

Jika Anda sedang berada di Manado. Paling afdol datang ke toko yang khusus menjajakan kopi Cap Keluarga ini terletak di Jalan Adampe Dolot, Komplek Pertokoan Kotamobagu.

Usaha kopi Cap Keluarga kini diteruskan oleh Tonny Langi.

Kalau di Bogor, Jawa Barat ada kopi Liong yang dirintis oleh Linardi pada tahun 1945 lalu maka di Manado ada kopi Cap Keluarga yang tak kalah nikmatnya.

Kebetulan di kaki Gunung Klabat sedang hujan deras. Maka menyeruput kopi Cap Keluarga sesuatu banget. Suwer nikmat ditemani butiran-butiran air hujan yang jatuh dari langit. Enak gila! (*)

Continue Reading

Jejak Norman

Dari Lamongan, Kramat Jati dan Akhirnya Tertambat di Manado Demi Sebuah Kehidupan

Published

on

JEJAKNORMAN|| Pria yang saya temui di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Manado berpenampilan apa adanya.

Senyum hanya sesekali. Tapi siapa nyana lelaki yang sederhana ini tak lekang untuk berjuang hidup.

“Saya asli Lamongan tetapi sudah merantau ke Kramat Jati hingga kini berlabuh di Manado sebagai pedagang soto ayam ceker dan ketoprak,” tutur Mas Ateng yang saya jumpai, Minggu (29/9/2024).

Ateng mengaku sudah melalang buana menjual sate ayam, lalu mi ayam dan kini berdagang soto ayam ceker dan ketoprak.

Dia menyebutkan, dirinya pernah berdagang sate ayam di Kramat Jati, Jakarta Timur. Lalu mi ayam sampai akhirnya sejak tahun 1992 terdampar di Manado dan sekitarnya demi menapaki kehidupan.

Mas Ateng, Pedagang Soto Ayam Ceker dan Ketoprak

“Saya ketemu jodoh di Manado. Istri saya orang Lamongan. Kami akhirnya menikah muda dan kini sudah mempunyai dua anak yang sudah besar. Waktu itu saya berusia 21 tahun, ” ujarnya.

Anak pertama Ateng sudah berusia 24 tahun, perempuan dan telah menikah. Sementara yang kedua pria berusia 22 tahun dan kini bintara bertugas di bagian kesehatan Kodam XIII/Merdeka, Sulawesi Utara.

“Sejak kecil anak-anak saya didik untuk hidup lurus. Jangan aneh-aneh. Dan jangan lupa tinggalkan sholat. Alhamdulilah mereka sukses sekarang,” dia melanjutkan.

Kini Ateng tinggal meneruskan hidup karena anak sudah besar-besar dan bekerja.

“Saya tinggal menikmati hidup saja bersama istri. Tak perlu bebani anak-anak,” katanya.

Dengan berdagang soto ayam ceker dan ketoprak di pinggir Jalan Jenderal Sudirman, Manado, Ateng dan istrinya tetap ceria. Walau senyuman hanya sesekali saja.

Akhirnya saya pamit usai menyantap soto ayam ceker Mas Ateng. Tak lupa saya minta foto bersama. Dia mau difoto walau lagi-lagi susah membuang senyum.

Kami berpisah tetapi suatu saat saya bakal kembali mampir ke tempat soto ayam ceker dan ketoprak Mas Ateng yang terletak persis di seberang sebuah hotel.(*)

Continue Reading

Jejak Norman

Dari Sragen, Andri Satria Memburu Rezeki hingga Minahasa

Di Jawa, bekerja ya uangnya langsung habis untuk kebutuhan sehari-hari. Karena biaya hidup di sana mahal apalagi saya sudah berkeluarga dan punya anak perempuan berusia setahun setengah

Published

on

JejakNorman || -Usianya baru 21 tahun tetapi daya juang pria asal Sragen, Jawa Tengah ini patut diacungkan jempol.

Siapa dia?

Ya namanya Andri Satria. Lelaki berkulit hitam manis ini mengais rezeki hingga wilayah Matungkas, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Dia menjual pelbagai perabotan rumah tangga dengan sebuah mobil bak terbuka berkeliling wilayah MatungkasMatungkas dan sekitarnya.

Tak cuma Matungkas, Andri Satria juga menjelajah menjajakan barang dagangnya hingga Likupang hingga Kawangkoan.

Lantas apa yang menjadi alasan buat dirinya hingga memburu rupiah demi rupiah sampai menyeberangi pulau dan membelah lautan?

“Hidup di Pulau Jawa terutama di Kabupaten Sragen sudah susah,” kata Andri Satria malu-malu ketika disapa penulis saat mangkal dengan mobil dagangannya di pintu masuk sebuah perumahan di wilayah Matungkas.

Kalau di sini (maksudnya di Minahasa) uang lebih mudah dicari. Asal rajin katanya sambil membereskan barang dagangannya.

“Di Jawa, bekerja ya uangnya langsung habis untuk kebutuhan sehari-hari. Karena biaya hidup di sana mahal apalagi saya sudah berkeluarga dan punya anak perempuan berusia setahun setengah,” dia melanjutkan.

Andri Satria diajak temannya ke Minahasa dengan menjajakan perabotan rumah.

“Ada bos yang juga dari Sragen. Bos ada lima mobil bak terbuka. Barang dagangan disiapkan bos. Saya dan empat teman saya hanya menjual keliling saja,” tuturnya.

Dengan menjadi pedagang perabotan rumah tangga ini, ia mengaku bisa menabung dan kirim uang ke kampung untuk istri dan anak.

“Saya dapat Rp2 juta dari bos setiap bulan. Kalau libur lebaran saya diongkosi tiket pesawat pulang pergi ke kampung,” ia melanjutkan.

Namun belakangan, Andri Satria yang sudah hampir lima tahun di Minahasa mengaku mulai resah karena muncul pedagang sejenis yang menjual barang perabotan serba Rp20 ribu.

“Kehadiran pedagang barang perabotan serba Rp20 ribu belakang ini sedikit banyak mulai mengerus keuntungan. Apalagi mereka menjajakan barang dengan menggelar di sudut-sudut jalan di titik keramaian,” katanya.

Namun Andri Satria yakin yang namanya rezeki itu tidak pernah tertukar. Yang penting, dia menambahkan rajin sholat dan tetap jujur.”Insya Allah berkah dan dapat rezeki,” ia menambahkan.

Lepas dari itu, sosok pria yang satu ini bisa disebut pejuang keluarga yang luar biasa. Meninggalkan istri dan anak perempuan yang masih lucu-lucunya untuk sebuah masa depan kehidupan.

Saya pamit karena hujan rintik mulai turun. Andri Satria menganggukan kepala. Sebuah senyuman dilepas. Senyuman seorang lelaki tangguh dari Sragen, sebuah kabupaten berjarak 30 kilometer sebelah timur Kota Surakarta, Jawa Tengah.(*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2017 Zox News Theme. Theme by MVP Themes, powered by WordPress.